Bulan ke 9 dalam tahun ini sudah hampir berakhir.
Banyak cerita yang sempat saya ingat maupun tak sempat saya agungkan sama
sekali. Selain ribut-ribut tentang pemilu gubenur DKI Jakarta dan tentang
tawuran anak-anak SMA, tak ada yang lebih menggemparkan (baca:membosankan)
layar televisi kontrakan. Saya memang tak ingin ambil pusing. Karena memang tak
ada yang bisa saya lakukan, selain mematikan tv dan tidur diruang tamu tanpa
alas sehelai pun. Saya memang orang super munafik yang tak pernah mau untuk
sekedar dimanfaatkan. Bahkan untuk hal-hal yang menyangkut tujuan bersama.
Alasan saya jelas dan fundamental, kita semua disini sejajar tak ada yang lebih
baik atau paling baik. Satu sisi dalam hati saya sebenarnya ingin seperti dulu,
berbagi cerita bersama kawan-kawan disore hari di depan SD inpres era Soeharto.
Tapi memang itu sudah lagu lama, dan saya bukanlah orang yang mudah menangis
dan memperbuas kenangan masa lalu. Itu mungkin penjelasan kedua betapa munafik
saya.
Selain
sibuk-sibuk kuliah dan praktik yang semakin membuat saya kurang tidur. Memberi
makan ayam jam 12 malam rutin saya lakukan beberapa hari kebelakang ini.
Kemudian menyirami tanaman 2 kali sehari dan minggu depan tugas pasti bertambah
setelah ikan pun ikut-ikutan dijadikan bahan praktik. Sebenarnya tak masalah,
tapi saya adalah orang yang sangat biasa untuk tidak merasa uring-uringan jika
memikirkan semua tanggung jawab itu. Iya benar, tanggung jawab itu. Ritual
menulis yang sering saya lakukan pun agak terbengkalai akhir-akhir ini atau
memang tak ada bahan untuk saya menulis tentang sesuatu. Ah, tak penting
rasanya. Yang pasti ini adalah langkah menuju kedepan, mungkin juga tidak.
Tiga
minggu lebih aku tak bertemu dengan dia, dia yang membuatku mengerti, dia yang
membuatku terbangun. Kangen? tak perlu ditanya. Karena itu pertanyaan klasik
yang terdengar dari hampir setiap jengkal jiwaku. Tapi saya terlalu sok cool untuk mengakuinya. Aku tahu kita
sama-sama mengerti keadaan, walau kadang satu kemarahan kecil seperti layak
diledakkan, bahkan untuk hal yang tak terlalu penting sekalipun. Aku dan dia
pun sudah terlampau mengerti tentang semua itu. Karena Making Believe nya Social
Distortion sudah cukup menyakinkanku bahwa ini bukanlah apa-apa atau
apapun. Saya juga ingin mengatakan ada satu dan lain hal yang menganggu
belakangan. Tapi mungkin saya akan terlalu mengada-ada untuk menceritakannya
disini. Lebih baik saya urungkan cerita ini, daripada Anda mengecap saya
sebagai seorang yang naif atau apalah.
Saya
mulai bisa menjajaki dan menjadi (agak) dominan dalam lingkup ini. Semoga ini
berlanjut dan saya semakin banyak belajar, aku tahu sebagian mereka belum dapat
menerima ini dengan tersenyum. Tapi memang aku mengakui pada saat-saat tertentu
hal ini memang menganggu. Mungkin itu hanya pemikiranku, tapi tak hanya itu
jika aku sudah merasa bosan memang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar