Rabu, 26 September 2012

Akhir September dan Ritual Membosankan


           Bulan ke 9 dalam tahun ini sudah hampir berakhir. Banyak cerita yang sempat saya ingat maupun tak sempat saya agungkan sama sekali. Selain ribut-ribut tentang pemilu gubenur DKI Jakarta dan tentang tawuran anak-anak SMA, tak ada yang lebih menggemparkan (baca:membosankan) layar televisi kontrakan. Saya memang tak ingin ambil pusing. Karena memang tak ada yang bisa saya lakukan, selain mematikan tv dan tidur diruang tamu tanpa alas sehelai pun. Saya memang orang super munafik yang tak pernah mau untuk sekedar dimanfaatkan. Bahkan untuk hal-hal yang menyangkut tujuan bersama. Alasan saya jelas dan fundamental, kita semua disini sejajar tak ada yang lebih baik atau paling baik. Satu sisi dalam hati saya sebenarnya ingin seperti dulu, berbagi cerita bersama kawan-kawan disore hari di depan SD inpres era Soeharto. Tapi memang itu sudah lagu lama, dan saya bukanlah orang yang mudah menangis dan memperbuas kenangan masa lalu. Itu mungkin penjelasan kedua betapa munafik saya.

            Selain sibuk-sibuk kuliah dan praktik yang semakin membuat saya kurang tidur. Memberi makan ayam jam 12 malam rutin saya lakukan beberapa hari kebelakang ini. Kemudian menyirami tanaman 2 kali sehari dan minggu depan tugas pasti bertambah setelah ikan pun ikut-ikutan dijadikan bahan praktik. Sebenarnya tak masalah, tapi saya adalah orang yang sangat biasa untuk tidak merasa uring-uringan jika memikirkan semua tanggung jawab itu. Iya benar, tanggung jawab itu. Ritual menulis yang sering saya lakukan pun agak terbengkalai akhir-akhir ini atau memang tak ada bahan untuk saya menulis tentang sesuatu. Ah, tak penting rasanya. Yang pasti ini adalah langkah menuju kedepan, mungkin juga tidak.
            Tiga minggu lebih aku tak bertemu dengan dia, dia yang membuatku mengerti, dia yang membuatku terbangun. Kangen? tak perlu ditanya. Karena itu pertanyaan klasik yang terdengar dari hampir setiap jengkal jiwaku. Tapi saya terlalu sok cool untuk mengakuinya. Aku tahu kita sama-sama mengerti keadaan, walau kadang satu kemarahan kecil seperti layak diledakkan, bahkan untuk hal yang tak terlalu penting sekalipun. Aku dan dia pun sudah terlampau mengerti tentang semua itu. Karena Making Believe nya Social Distortion sudah cukup menyakinkanku bahwa ini bukanlah apa-apa atau apapun. Saya juga ingin mengatakan ada satu dan lain hal yang menganggu belakangan. Tapi mungkin saya akan terlalu mengada-ada untuk menceritakannya disini. Lebih baik saya urungkan cerita ini, daripada Anda mengecap saya sebagai seorang yang naif atau apalah.
            Saya mulai bisa menjajaki dan menjadi (agak) dominan dalam lingkup ini. Semoga ini berlanjut dan saya semakin banyak belajar, aku tahu sebagian mereka belum dapat menerima ini dengan tersenyum. Tapi memang aku mengakui pada saat-saat tertentu hal ini memang menganggu. Mungkin itu hanya pemikiranku, tapi tak hanya itu jika aku sudah merasa bosan memang.
                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar