Minggu, 17 Mei 2015

Nonaku Sibuk Sendiri

Kepada nona yang sibuk sendiri

Bertanya kabar sudah terlalu usang untuk berbasa-basi, aku tak ingin menjadi klise hari ini. Setelah pitamku naik beberapa kali. Nonaku selalu menenangkanku sesekali membalas dengan pitam yang lain. Kamu tahu emosi itu tak perlu dipendam, ungkapkanlah. Seperti bertahun lalu semenjak kita berjalan di tepian hujan. Menghindari air-air yang menaiki permukaan, berwaspada pada titik air-air hujan agar tidak membasahi baju merahmu. Semestinya kita masih seperti dulu, ada hal-hal kecil yang tampak sederhana tapi layak untuk dikenang seperti kala hujan itu, atau kala hari lain di tengah terik yang meranggas. Kita berteduh disana diantara pohon rimbun, menyeka keringat, memandangi pantai, menunggu siang menua karena matahari begitu ganas di siang itu. Aku ingat waktu itu.

Kepada nona yang (sekarang) sibuk sendiri

Sudah berapa lama kita tak lagi bertegur kecuali lewat alat komunikasi. Kita sudah beranjak dari berbagai masa yang dulu. Sekarang waktu kita tak banyak seperti dulu, kamu sibuk, aku juga (pura-pura) sibuk. Kataku kesibukan ini untuk masa depan kita, kata yang ku anggap sebagai sebuah pembohongan (penenangan). Aku bosan rindu membebaniku, bagai berton pemikiran mengaung-ngaung dikepala hampir disetiap waktu begitu teringat kamu. Jarak adalah sebuah tantangan untuk kita, aku dan kamu sudah mengakrabi ini sejak 3 tahun lalu dan masih terus mengutuk jarak. Berusaha mengabaikan rindu dan hasrat untuk bertemu, berusaha melipatnya untuk kemudian bersama.

Kepada nona yang (seakan) sibuk sendiri

Nonaku aku tahu kamu sibuk dengan tagihan-tagihanmu, aku tahu. Sama tahunya kamu dengan sibuknya aku menghadapi timbunan kerjaan kantor seorang buruh. Dulu aku selalu berkata padamu bahwa aku tidak mau diperbudak oleh orang lain, sebaliknya aku ingin diperbudak prinsipku sendiri. Tapi memang resolusi tak selalu sesuai dengan kenyataan, rupiah belum mengijinkanku untuk itu, mungkin nanti aku bisa seperti harapanku, iya nanti. Aku sibuk merindukanmu di sela kerjaku, kamu sibuk dengan kuliahmu dan tugas akhirmu sambil sesekali sesempatnya mengirimi pesan singkat padaku.

Kepada nona yang (seringnya) sibuk sendiri

Kapan kita ada waktu lagi untuk bercanda tanpa pretensi apapun, bicara tak terlalu muluk-muluk. Bicara tak pandang hirarki dan batas antara kini dan nanti. Inikah konsekuensi dewasa dan tambah usia sebagai seorang manusia. Banyak yang terbuang yang seharusnya dapat termanfaatkan lebih baik. Tidak perlulah menyimpan dendam yang sekeras batu seperti hari lalu, hanya mengotori hati. Kau tahu buat apa aku mencari perempuan lain jika apa yang aku cari dari perempuan sudah aku temukan dalam dirimu. Nonaku aku harap banyak waktu nanti untuk kita bertemu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar