Selasa, 10 Juni 2014

Gumaman Seorang Mahasiswa Tingkat Akhir Manajemen Agribisnis

Kajian bidang pertanian di negeri ini memang bukanlah hal yang baru, malah saking lamanya masyarakat sudah bosan menggelutinya. Berangkat dari kondisi bertani yang cenderung tidak banyak mengubah hidup mereka. Masyarakat desa beramai-ramai menjadi masyarakat urban, dengan harapan yang tak muluk-muluk, agar merubah hidup mereka, mengumpulkan uang sebanyak mungkin, kaya dengan lebih cepat.

Ah, itu hanya anggapan sarkastik mahasiswa jurusan Manajemen Agrbisnis yang sudah digembleng agar mencintai bidang pertanian, walaupun akhirnya memilih bekerja di bank atau di perusahaan swasta lain. Menjadi budak untuk orang lain, dan dengan nyaman mengikuti arus dunia global dengan gadget dan alat elektronik terbaru. Menjadi manusia apatis yang cenderung individualis. Mungkin juga akan menghamburkan uang diawal bulan, lalu kesulitan memenuhi kebutuhan diakhir bulan. Siklus gali lubang tutup lubang yang terlalu klise bagi masyarakat menengah yang bekerja di perusahaan-perusahaan di ibukota.

Itu yang terjadi pada sebagian besar angkatan diatas saya pada jurusan ini, alih-alih mendirikan sebuah bisnis. Malahan mereka dengan kesadaran penuh memilih untuk bekerja pada orang lain. Sebuah anomali sebenarnya jika kita berkaca kembali pada esensi awal tujuan lulusan Manajemen Agribisnis yang diharapkan, yaitu adalah untuk mencetak pengusaha muda khususnya dibidang agribisnis. Saya tidak bermaksud menyalahkan mereka, karena begitulah yang terjadi di negara ini, salah jurusan itu biasa, bekerja di bidang yang kontradiktif (mungkin) juga menjadi sangat biasa.

Bagi saya yang mahasiswa tingkat akhir ini tentu saja banyak menggalau dengan intensitas yang sama dengan kakak kelas dulu tentang masa depannya. Yah, dengan ilmu yang bisa dibilang kepalang tanggung ini kita harus menghadapi apa yang disebut sebagai dunia dan hidup. Jika nantinya di masyarakat saya ditanyai ‘dulu kamu kuliah kenapa mengambil Manajemen Agribisnis?’ ‘Apa yang kamu dapat dari sana?’ atau mungkin yang lain ketika saya dimintai saran oleh petani tentang bagaimana menanam jagung yang benar atau seberapa takaran pupuk yang paling baik untuk tanaman padinya. Mungkin dengan pertanyaan-pertanyaan itu saya akan tergagap untuk menjawabnya.

Apa yang harus kita yakini hari ini? Menjadi manusia yang puas bekerja untuk orang lain atau menjadi mandiri seperti harapan program keahlian Manajemen Agribisnis, atau mungkin menjalani keduanya.

Keadaan di negeri yang kita tinggali ini seharusnya mengajarkan kita untuk berpikir dan mengambil keputusan. Kalian mau Indonesia yang disebut-sebut sebagai negara agraris itu tinggal dongeng? Kenapa harus malu menjadi petani? Saya tidak sedang berbicara tentang petani dalam konteks yang sangat sempit seperti macul, tandur. Dan jika itupun yang kalian pikirkan, saya kira pekerjaan itu masih lebih mulia daripada menjadi kacung di perusahaan-perusahaan multinasional.

Renungilah ini kawan-kawan Manajemen Agribisnis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar