Saya selalu suka dengan kesederhanaan. Saya selalu suka
menebak-nebak sesuatu dengan perasaan. Termasuk ketika pertama kali melihat
cover album dari Tulus pada album barunya yang diberi tajuk Gajah. Menurut saya
ini pasti adalah musik yang keren, covernya saja estetik. Backgroud hitam
sesosok wajah yang terpotret dari samping dan tulisan Tulus dengan huruf biasa-biasa
saja dengan penempatan yang juga biasa.
Kali ini saya tak salah, Tulus secara singkat membawa saya
pada hal yang belum sempat saya lakukan, yaitu memberi waktu musik genre jazz untuk
lebih lama terdengar ditelinga. Saya dulu jarang sekali mendengar lagu-lagu
dari musisi jazz karena saya pikir musik ini sudah habis. Tidak kali ini, Tulus
rasanya telah membuka jiwa saya untuk lebih banyak mendengar lagi. Album ini
seperti menggenapi tagihan diri saya sendiri terhadap musik jenis ini.
Secara singkat lagu-lagu dari Tulus menceritakan cerita
sehari-hari. Cerita sehari-hari yang terlalu biasa namun dikemas dengan luar
biasa, dari sudut pandang yang luar biasa pula. Rasanya pada album ini juga tak
lepas dari tema cinta, pada beberapa lagu. Disinilah letak perbedaan lain Tulus.
Dia menggunakakan kata cinta dengan sangat pas, tidak berlebihan, dan tidak terkesan
murahan.
Pada lagu Bumerang, Tulus menceritakan sebuah penghianatan
dengan sangat tidak biasa dengan tidak ada rasa sedih tetapi malah mencoba
membalas sebuah penghianatan yang ia terima. Lagu lain pada album ini adalah
Sepatu, ini salah satu lagu favorit saya. Tulus menggunakan hal yang remeh
yaitu sepatu dalam menganalogikan sepasang kekasih yang tak bisa bersatu. Kita adalah sepasang sepatu//selalu bersama
tak bisa bersatu//Kita mati bagai tak berjiwa//Bergerak karena kaki manusia.
Walaupun mereka selalu ingin bersama ada jarak yang memisahkan, ada hal lain
yang tak bisa mereka ingkari. Kita sadar
ingin bersama//Tapi tak bisa apa-apa//Kita sadar ingin bersama//Tapi tak bisa
apa-apa//Terasa lengkap bila kita berdua//Terasa sedih bila kita di rak
berbeda//Di dekatmu kotak bagai nirwana//Tapi saling sentuh pun kita tak
berdaya. Pada akhirnya hanya untuk menyadari bahwa cinta tak selamanya bisa
untuk disatukan Cinta memang banyak
bentuknya//Mungkin tak semua bisa bersatu.
Lagu yang dijadikan judul album ini sendiri ada pada urutan ke 6. Lagu dengan judul gajah ini juga sebuah perumpamaan. Sebuah konotasi yang (kemungkinan) ditujukan untuk dirinya sendiri. Gajah diumpamakan sebagai sebuah olokan, dalam makna lain olokan ini adalah sebuah pujian yang tak disadari. Penegasan pada lagu ini adalah bahwa sesuatu yang buruk itu belum tentu akan menjadi menjadi sebuah keburukan bagi kita. Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik.
Lagu yang dijadikan judul album ini sendiri ada pada urutan ke 6. Lagu dengan judul gajah ini juga sebuah perumpamaan. Sebuah konotasi yang (kemungkinan) ditujukan untuk dirinya sendiri. Gajah diumpamakan sebagai sebuah olokan, dalam makna lain olokan ini adalah sebuah pujian yang tak disadari. Penegasan pada lagu ini adalah bahwa sesuatu yang buruk itu belum tentu akan menjadi menjadi sebuah keburukan bagi kita. Yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik.
Sejauh ini Tulus telah mengeluarkan 2 album, saya memang
baru saja mendengarkan beberapa lagunya. Saya sama sekali belum ‘menyentuh’
album pertamanya. Tentu saja saya pertama kali tahu dia saja dari cover
albumnya yang saya tebak-tebak. Tapi dengan sedikit lagu yang sudah tuntas saya
dengarkan pada album ini sudah cukup menjadi bagi saya untuk memutuskan menjadikan
musiknya sebuah candu.
Gaya vokal Tulus terkesan tidak ngoyo. Enteng ditelinga dan khas. Ketika langit mulai mendung dan
bau petrichor mulai tercium
dengarkanlah lagu ini. Vokal ringan, kemerduan sebuah balutan jazz, dipadu
lirik yang kuat, lugas, dan elementer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar